Manfaat Kedelai
JOGYAKARTA – Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup dan jumlah lansia di Indonesia, diperkirakan prevalensi terjadinya osteoporosis atau pengeroposan tulang meningkat. Kehilangan massa tulang kebanyakan dialami oleh wanita berusia 40 tahun ke atas, yaitu setelah mengalami menopause, pada waktu itu produksi hormon estrogennya rendah. Akibatnya, kini banyak ditawarkan terapi sulih hormon estrogen.
Cara ini berhasil menurunkan kecepatan kehilangan massa tulang, tapi memiliki efek samping yang menakutkan yaitu dapat memicu munculnya kanker payudara dan endometrium (rahim). Belakangan ini muncul raloxifene. Yakni senyawa yang disebut modulator reseptor estrogen selektif (MRES). MRES adalah senyawa non-steroid yang mampu mengikat dan berinteraksi dengan reseptor estrogen. Hasilnya, senyawa tersebut mampu meningkatkan masa tulang atau mencegah kehilangan masa tulang.
Salah satu senyawa yang menyerupai estrogen (estrogen-like) yang terdapat di dalam tanaman adalah isoflavon. Senyawa ini memiliki potensi sebagai MRES dan memberikan efek yang positif terhadap tulang, seperti halnya raloxifene. Asalnya dari tanaman maka disebut fito-estrogen. Tak heran jika banyak peneliti menyarankan untuk mengkonsumsi MRES alami, seperti isoflavon karena tanpa memberikan efek samping yang merugikan.
Kedelai Isoflavon tergolong kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang banyak ditemukan dalam buah–buahan, sayur-sayuran, dan biji-bijian. Yang termasuk isoflavon di antaranya adalah genistin, daidzin, genistein, dan daidzein.Dilaporkan oleh Mazur (1998), dari beberapa bahan pangan yang telah dianalisis, diketahui kedelai menempati urutan pertama, mengandung daidzein 10,5 - 85 dan genistein 26,8 - 120,5 mg/100 g berat kering.
Sedangkan urutan kedua biji semanggi (clover), hanya mengandung daidzein 0,178 dan genistein 0,323 mg/100 g berat kering. Oleh karenanya, sampai sekarang kedelai menjadi pilihan utama sebagai sumber isoflavon. Kedelai sebagai sumber pangan dapat dikonsumsi melalui berbagai produk olahannya seperti bubuk kedelai, isolat dan konsentrat protein kedelai, soybean paste, tahu, tempe dan tauco. Belakangan ini telah banyak penelitian yang mencoba mengetahui efek osteoprotektif dari protein kedelai dan isoflavonnya. Studi dengan menggunakan tikus yang diovariektomi (diambil ovarium/indung telurnya, sebagai model pascamenopause) oleh beberapa peneliti telah terbukti, diet dengan kaya isoflavon kedelai dapat mempertahankan baik tulang tengkorak maupun vertebra sehingga mampu bersifat osteoprotektif.
Bahram H. Arjmandi dan koleganya dari Departement of Nutritional Sciences, Oklahoma State University telah melaporkan bahwa konsumsi 40 g protein kedelai setiap hari selama tiga bulan pada wanita pascamenopause (tanpa TSH), secara nyata menurunkan ekskresi deoksipiridinolin (Dpd) urin. Dpd merupakan marker (penanda) spesifik untuk resorpsi sel-sel tulang. Dpd urin rendah berarti proses resorpsi sel-sel tulang berlangsung baik.
Demikian halnya, hasil pengamatan terhadap wanita-wanita pascamenopause di Jepang. Adanya asupan protein kedelai memberikan respons ekskresi Dpd yang rendah di dalam urin mereka.
Setidaknya terdapat dua alasan mengapa kedelai meningkatkan pembentukan tulang. Pertama, isoflavon kedelai menstimulasi aktivitas osteoblastik (pembentukan sel-sel tulang) melalui aktivitas reseptor-reseptor estrogen. Kedua, kedelai atau isoflavonnya meningkatkan produksi hormon pertumbuhan: insulin-like growth factor -1 (IGF-1). Hasil pengamatan terhadap wanita–wanita pra-; peri-, dan pasca-menopause diketahui konsentrasi IGF-1 memiliki korelasi yang positif dengan pembentukan masa tulang. Hormon ini ikut beperan aktif dalam meningkatkan aktivitas osteoblastik.
Dosis
Berapakah dosis isoflavon yang diperlukan? Peneliti dari Department of Food Science and Human Nutrition, University of Illinois, Susan M Potter dan kawan-kawan telah meneliti hal tersebut dengan memberikan suplementasi protein kedelai yang mengandung isoflavon sebesar 56 mg dan 90 mg /hari selama 6 bulan kepada 66 wanita pascamenopause.
Hasilnya, densitas mineral tulangnya pada kelompok 90 mg/hari meningkat, sedangkan pada kelompok 56 mg/ hari tidak. Informasi ini memberikan petunjuk bahwa asupan isoflavon minimal setiap hari sangat diperlukan untuk mencapai efek positif menjaga kesehatan tulang. Ho dan kawan-kawan dalam Journal of Bone Mineral Research, edisi Juli 2001, melaporkan asupan kedelai dapat mengoptimalkan pencapaian densitas masa tulang wanita-wanita Cina yang terbiasa mengkonsumsi produk kedelai.
Mereka menunjukkan asupan kedelai dapat memelihara densitas mineral tulang kerangka (DMTK) wanita Cina yang berumur 30-40 tahun. Dalam studinya selama tiga tahun, wanita yang mengkonsumsi sebesar 15,2 mg isoflavon kedelai /hari kehilangan DMTKnya jauh lebih rendah dibanding yang mengkonsumsi sebesar 1,40 mg isoflavon kedelai/hari.
Hasil penelitian di atas mengindikasi bahwa untuk pencapaian puncak densitas masa tulang diperlukan isoflavon kedelai sekitar 15 mg/hari, sedangkan untuk mempertahankan masa tulang diperlukan asupan isoflavon yang lebih tinggi yaitu sekitar 90 mg/hari.
Perbandingan
Sebagai perbandingan, di Jepang asupan isoflavon kedelai rerata mencapai 35-200 mg/hari, merupakan negara yang warganya paling tinggi mengkonsumsi kedelai. Hal ini tampaknya sangat berkaitan dengan rendahnya insiden osteoporosis wanita-wanita Jepang.
Di Indonesia, asupan isoflavonnya kurang lebih hanya 40 mg/hari atau setara dengan13,3 g kedelai /hari. Konsumsi sebesar itu, boleh jadi telah membantu pencapaian puncak massa tulang. Tetapi, jauh dari mencukupi untuk menahan kehilangan massa tulang wanita-wanita berusia di atas 40 tahun (pascamenopause) dan para lansia.
Oleh karenanya, jika dimaksudkan untuk mencegah osteoporosis, kita perlu meningkatkan konsumsi produk-produk yang berbasis kedelai lebih dari dua kali lipat. Oleh karena itu, jadikanlah produk olahan kedelai sebagai menu penting bagi keluarga Anda. ”Tulang Anda masa depan Anda, maka sayangilah”.
0 komentar:
Posting Komentar