Ilmuwan Temukan Asal Penularan HIV

Kamis, 26 Januari 2012

Ilmuwan Temukan Asal Penularan HIV

Los Angeles - Dengan menggunakan sejenis analisis genetika, beberapa ilmuwan AS telah menemukan bagaimana HIV menular di antara pria, demikian hasil satu studi baru.

Temuan itu dapat mengarah kepada pengobatan dan vaksinasi baru, demikian hasil studi oleh beberapa peneliti di University of California di San Diego, sebagaimana dikutip dari Xinhua-OANA
.
Studi tersebut melibatkan sejumlah orang yang tak disebutkan yang secara seksual telah menularkan HIV mereka ke pria lain, kata para peneliti itu.

"Dengan mengetahui asal virus yang ditularkan, para ilmuwan mungkin dapat mengembangkan vaksin baru, "microbicides" vagina dan obat guna mencegah penyebaran HIV, yang menular melalui hubungan seks," kata pemimpin penulis studi tersebut Dr. Davey Smith, pembantu profesor bidang obat-obatan di University of California San Diego, dalam siaran pers universitas yang disiarkan oleh HealthDay News, Rabu.

Yang menjadi pembahasan ialah HIV pada sperma, yang terdiri atas sel sperma dan cairan yang disebut plasma sperma. Partikel HIV yang mengandung RNA ada di dalam cairan tersebut, sementara sel sperma menyimpan DNA HIV, demikian penjelasan para penulis studi tersebut.

"Setakat ini, belum ditetapkan apakah HIV RNA atau DNA ditularkan selama hubungan seks," kata Smith. "Dengan menganalisis perbedaan genetika antara kedua bentuk ini dan virus yang akhirnya ditularkan ke orang yang baru terinfeksi, kami mendapati bahwa bentuk HIV RNA yang terkandung di dalam plasma sperma lah yang ditularkan."

Sedangkan mengenai penularan HIV ke perempuan, Smith mengatakan, "Karena kebanyakan perempuan terinfeksi HIV melalui pajanan terhadap virus itu pada sperma, HIV RNA di dalam plasma sperma tampaknya adalah pelakunya tapi ini perlu dikonfirmasi."(C003/A024)

Sumber : ANTARA News

Y on Y KASUS HIV/AIDS INDONESIA NAIK TERUS

http://www.infopenyakit.org/images_data/32_1_746_79addc1d7059704a.jpg
Jakarta - Kementerian Kesehatan dan PBB serta Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengadakan pertemuan untuk membahas peningkatan kasus HIV/AIDS di Indonesia HIV/AIDS pada 30 Agustus 2010 di Jakarta.

Siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, menyatakan, kasus HIV/AIDS di Indonesia harus ditanggapi secara serius, karena jumlah penderita terus meningkat dari tahun ke tahun.

Data Kementerian Kesehatan per Juni 2010 menunjukkan jumlah penderita HIV/AIDS mencapai 21.770 orang meningkat dibanding 2.000 hanya sekitar 607 orang.

Berdasarkan jenis transmisi penularan sebanyak 10.722 kasus melalui heteroseksual, 718 kasus melalui homobiseksual, 8.786 kasus melalui penasun (pengguna narkoba suntik), 20 kasus melalui transmisi darah, 587 kasus transisi perinatal dan 937 kasus tidak diketahui.

Program Harm Reduction menjadi salah satu kebijakan yang dipilih oleh pemerintah untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan epidemi HIV/AIDS di kalangan masyarakat.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz di Jakarta, Kamis mengatakan, peran sosial dan ekonomi seringkali menjadi penyebab utama munculnya kasus AIDS di Indonesia.

"Rendahnya kemampuan perekonomian masyarakat pedesaan dan ketimpangan gender menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat dan berujung pada keterbatasan terhadap akses informasi publik," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Harry Azhar , anggaran negara terutama dibidang kesehatan harus digunakan seoptimal mungkin terutama dalam sosialisasi mengenai AIDS.

Anggaran kesehatan sangat berperan penting dalam usaha meningkatkan kesejahteran rakyat, karena itu pemerintah harus mengoptimalkan penggunaan anggaran tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia, ucapnya.

Sumber : ANTARA News

KASUS AIDS DIDOMINASI USIA PRODUKTIF

http://www.infopenyakit.org/images_data/14_3_858_images.jpg
Sampai dengan 30 September 2010, secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak  22.726 kasus tersebar di 32 provinsi. Kasus tertinggi didominasi usia produktif yaitu usia 20-29 tahun (47,8%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,9%), dan kelompok umur 40-49 (9,1%). Dari jumlah iu, 4.250 kasus atau 18,7% diantaranya meninggal dunia. Sementara kasus terbanyak dilaporkan dari Provinsi DKI Jakarta, diikuti Jawa Barat, Jawa Timur, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Riau.
Cara penularan terbanyak adalah melalui hubungan heteroseksual (51,3%), Injection Drug User atau pengguna Narkoba suntik/Penasun (39,6%), Lelaki Seks Lelaki (3,1%), dan perinatal atau dari ibu pengidap kepada bayinya (2,6%).

Penambahan kasus AIDS pada periode triwulan ketiga (Juli-September) tahun 2010 sebanyak 956 kasus yang dilaporkan dari 48 kabupaten/kota di 13 Provinsi (NAD, Bengkulu, Kepri, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Banten, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Papua).

Hal itu disampaikan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditma, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI tentang situasi perkembangan HIV&AIDS di Indonesia triwulan ketiga sampai dengan 30 September  2010.

Menurut Dirjen P2PL, rate kumulatif kasus AIDS Nasional sampai dengan 30 September 2010 adalah  9,85 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2009, jumlah penduduk Indonesia 230.632.700 jiwa). Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Provinsi Papua (14,2 kali angka nasional), Bali (5,0 kali angka nasional), DKI Jakarta (3,4 kali angka nasional), Kalimantan Barat (2,4 kali angka nasional), Kep. Riau (2,5 kali angka nasional), Maluku (1,5 kali angka nasional), DI Yogyakarta (1,4 kali angka nasional), Bangka Belitung (1,2 kali angka nasional), Papua Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Sumatera Barat (1,0 kali angka nasional).

Proporsi infeksi oportunistik yang terbanyak adalah TBC (11.513 kasus), diare kronis (6.567 kasus), Kandidiasis oro-faringenal (6.605 kasus), Dermatitis generalisata (1.676 kasus), dan Limfadenopati generalisata persisten (778 kasus).

Untuk kasus HIV positif kumulatif sampai dengan 30 September 2010 sebanyak 50.352 dengan positive rate rata-rata 10,8%. Sedangkan jumlah kasus baru pada triwulan ketiga 2010 sebanyak 4.173 kasus. Daerah yang paling banyak terjadi kasus HIV positif adalah DKI Jakarta (12.814), Jawa Timur (6.430), Jawa Barat (4.001), Sumatera Utara (3.573), dan Kalimantan Barat (2.536).

Ditambahkan Dirjen P2PL, HIV/AIDS sampai saat ini belum ada obat yang ampuh dan vaksin  untuk mcegahnya. Satu-satunya obat yang ada adalah (ARV=Anti Retroviral Virus) berfungsi  untuk menekan perkembangan virus.

Salah satu upaya yang dilakukan Kemenkes adalah perawatan penderita HIV sejak tahun 2005. Jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) sampai 30 September 2010 sebanyak 18.982 orang yang masih menerima ARV (60,3% dari yang pernah menerima ARV). Jumlah ODHA yang masih dalam pengobatan ARV tertinggi berasal dari DKI Jakarta (6.946), Jawa Barat (1.418), Jawa Timur (1.138), Bali (835), Papua (724), Jawa Tengah (562), Sumatera Utara (543), Kalimantan Barat (380), Kepulauan Riau (420), dan Sulawesi Selatan (347). Kematian ODHA menurun dari 46% pada tahun 2006 menjadi 18% pada tahun 2009.

Dalam rangka memperingati HAS 2010 dengan tema “ Akses Universal dan Hak Azasi Manusia, Kementerian Kesehatan RI telah melakukan serangkaian kegiatan. Pada bulan Juli sampai November melakukan sosialisasi HIV dan AIDS melalui kesenian tradisional dan distribusi materi KIE (komunikasi, informasi dan edukasi).

Juli 2010 melakukan pelatihan konselor Adiksi bagi petugas kesehatan, Agustus 2010 pelatihan konseling-testing HIV, laboratorium & RR VCT dan pertemuan laporan analisis kohort pengobatan ARV. Agustus-September 2010 permodelan matematika HIV di Indonesia.

Pada Agustus-November 2010 melaksanakan surveilans terpadu biologis dan perilaku 2010. September –November 2010 pelatihan untuk pelatih (TOT) penatalaksanaan infeksi menular seksual dan kongres nasional ikatan praktisi intervensi perubahan perilaku.

Oktober 2010 pelatihan penatalaksanaan infkesi menular seksual, pelatihan PMTCT, pelatihan PITC, pelatihan metadon bagi petugas kesehatan, dan pelatihan konseling adiksi bagi layanan rumatan. November 2010 pelaksanaan monitoring survey HIV drug resistance dan threshold survey HIV drug resistance. Juli-Desember 2010 pelaksanaan early warning indicators HIV drug resistance.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail
puskom.publik@yahoo.co.id,info@depkes.go.id,kontak@depkes.go.id.

Sumber : KEMKES RI

MASALAH HIV/AIDS DAN ROKOK PERLU PERHATIAN SERIUS

http://www.infopenyakit.org/images_data/14_3_888_hiv%20rokok.JPG
Untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai kekuatan pembangunan, masalah HIV/AIDS dan rokok memerlukan perhatian serius. Hal ini disebabkan jumlah penderita HIV/AIDS terus meningkat setiap tahunnya dengan proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi pada kelompok usia produktif (usia 20-29  tahun) sebanyak 49,07%. Demikian juga dengan jumlah perokok, berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2010, prevalensi perokok secara nasional sebesar 34,7%. Berarti lebih dari sepertiga penduduk berisiko mengalami gangguan kesehatan seperti kanker, penyakit jantung dan penyakit akibat gangguan pernapasan.

Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH ketika menyampaikan sambutan kepada peserta Rapat Kerja Nasional Gubernur di Jakarta, Senin, 31 Januari 2011.
Menurut Menkes, kesehatan merupakan unsur dominan dalam Millenium Development Goals (MDGs), karena lima dari delapan agenda MDGs berkaitan langsung dengan kesehatan. Lima agenda tersebut adalah Agenda ke-1 (Memberantas kemiskinan dan kelaparan), Agenda ke-4 (Menurunkan angka kematian anak), Agenda ke-5 (Meningkatkan kesehatan ibu), Agenda ke-6 (Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan penyakit lainnya), serta Agenda ke-7 (Melestarikan lingkungan hidup).
Untuk mendukung upaya pencapaian MDG’s, pada tahun 2011 Kemenkes mulai meluncurkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). BOK diberikan kepada seluruh Puskesmas di Indonesia yang besarnya berkisar antara Rp 75 juta sampai Rp 250 juta per tahun sesuai wilayah regional masing-masing. Pada tahun 2011 ini juga mulai dilaksanakan Program Jaminan Persalinan (Jampersal), yaitu pemberian jaminan persalinan bagi masyarakat yang belum mendapat jaminan kesehatan untuk persalinan. Jaminan pelayanan yang diberikan mencakup : pemeriksaan kehamilan, pelayanan persalinan, pelayanan nifas, pelayanan Keluarga Berencana, pelayanan neonatus dan promosi ASI.
Berkaitan dengan agenda ke-6, Menkes mengingatkan kembali pentingnya komitmen  melaksanakan INPRES  No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Salah satu fokus program pengendalian HIV/AIDS 2010 dan 2011 yaitu  jumlah orang yang berumur 15 tahun atau lebih yang menerima konseling dan testing HIV pada tahun 2010 sebanyak 300.000 orang dan tahun 2011 menjadi 400.000 orang. Persentase orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang mendapatkan obat anti retroviral (ARV) tahun 2010 sebanyak 70% dan tahun 2011 menjadi 75%. Presentase kabupaten/kota yang melaksanakan pencegahan penularan HIV sesuai pedoman tahun 2010 sebanyak 50% dan tahun 2011 menjadi 60%. Penggunaan kondom pada kelompok risiko tinggi  tahun 2011 sebanyak 35% pada perempuan  dan 20% pada laki-laki.

“Berdasarkan hasil Riskesdas 2010,  15 tahun dengan
³persentase penduduk umur  pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS sebesar 11,4%. Hal ini menunjukkan pentingnya terus meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) terhadap kelompok ini”, ujar Menkes.
Sedangkan prevalensi penduduk yang merokok  pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 32,2%. Sedangkan  pada penduduk laki-laki umur 15 tahun ke atas sebanyak 54,1%  adalah perokok. Prevalensi tertinggi pertama kali merokok pada umur 15-19 tahun (43,3%) dan sebesar 1,7% penduduk mulai merokok pertama kali pada umur 5-9 tahun. Untuk mengatasi hal itu, mengharapkan para Gubernur segera  mengeluarkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di wilayah kerja masing-masing.
Pemberdayaan masyarakat
Mengacu pada visi pembangunan nasional, strategi pertama yang dilakukan Kemenkes adalah pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani melalui kerja sama nasional dan global.  Berarti pembangunan kesehatan juga tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya MDGs.
Masyarakat diarahkan agar berdaya dan ikut aktif memelihara kesehatannya sendiri, melakukan upaya pro-aktif tidak menunggu sampai jatuh sakit, karena ketika sakit sebenarnya telah kehilangan nilai produktif. Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk mengendalikan angka kesakitan yang muncul dan mencegah hilangnya produktivitas serta menjadikan sehat sebagai fungsi produksi yang dapat memberi nilai tambah, ujar Menkes.
Pemberdayaan masyarakat berupaya memfasilitasi percepatan dan pencapaian derajat kesehatan bagi seluruh penduduk dengan mengembangkan kesiap-siagaan di tingkat desa dan kelurahan yang disebut Desa dan Kelurahan Siaga Aktif  seperti dituangkan melalui Keputusan Menkes No.1529/MENKES/ SK/X/2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

Desa dan Kelurahan Siaga Aktif adalah desa dan kelurahan yang penduduknya dapat mengakses dengan mudah pelayanan kesehatan dasar yang memberikan pelayanan setiap hari melalui Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) atau sarana kesehatan yang ada seperti Pusat Kesehatan Masyarakat Pembantu (Pustu), Puskesmas atau sarana kesehatan lainnya. Penduduknya dapat mengembangkan upaya kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) dan melaksanakan surveilans berbasis masyarakat (meliputi pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku), kedaruratan kesehatan dan penanggulangan bencana serta penyehatan lingkungan serta menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Pada kesempatan tersebut, Menkes mengharapkan kepada para Gubernur untuk Mengembangkan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif di daerah masing-masing untuk mempercepat tercapainya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon : 021-52907416-9, faks : 52921669, Call Center : 021-500567, atau alamat e-mail : puskom.publik@yahoo.co.id, info@ depkes.go.id, dan kontak@ depkes.go.id.

Sumber : KEMKES RI
Penyediaan Obat ARV Untuk HIV/AIDS

http://www.infopenyakit.org/images_data/14_3_1118_AHIV%20AIDS.jpg
Pada saat ini, HIV/AIDS sudah menjadi pandemi global dengan dampak yang sangat merugikan baik dampak kesehatan, sosial ekonomi, dan politik. Di negara yang mengalami dampak terberat, seperti di negara-negara Afrika, HIV telah menurunkan harapan hidup lebih dari 20 tahun, menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperberat kemiskinan. Di Asia, yang prevalensi HIV jauh di bawah prevalensi di negara-negara Afrika, penurunan produktifitas yang diakibatkan oleh HIV dapat lebih besar dibanding dengan yang diakibatkan oleh penyakit lain.

Pada Rabu 19 Juli 2011 Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI mengunjungi RSUD Raden Mattaher Jambi sehubungan penyediaan obat Anti Retro Viral (ARV) di RS itu. Seperti diketahui maka -bila telah memenuhi kriteria tertentu- maka ODHA memang harus minum ARV secara terus menerus untuk dapat mengkontrol virus HIV yang ada.

Prof Tjandra mengadakan pertemuan dengan pihak RS, Dinas Kesehatan Propinsi dan teman2 ODHA dalam berbagai LSMnya.  Masalah yang ada telah dapat diselesaikan dengan baik. Saya menekankan perlunya terus dibina koordinasi 4 pihak, yaitu :

1. Koordinasi di dalam RS sendiri.
2. Koordinasi RS dengan Dinas Kesehatan setempat, baik propinsi maupun kabupaten / kota
3. Koordinasi RS sebagai pemberi pelayanan langsung dengan Kementerian Kesehatan di Jakarta
4. Koordinasi dengan teman2 ODHA dalam berbagai LSM yang ada.

Sistem umum, rangkaian kegiatan  dalam penyediaan ARV meliputi a.l :
- Pengadaan/pembelian ARV dari produsen,
- Penyimpanannya di pusat,
- Pengiriman / distribusi ke RS,
- Penyimpanan di gudang RS,
- Distribusi ke satelit RS
- Pemberian ARV pada ODHA di pelayanan kesehatan,
- Pencatatan dan pelaporan yang akurat dan tepat waktu,
- dll.

Pemerintah menyediakan ARV bagi ODHA yang menurut kriteria medis memang memerlukannya.

Sumber : Subdit SUrveilans dan Respon KLB

0 komentar: