Temuan Baru Mengendalikan Nyamuk Demam Berdarah
Cornell - Demam berdarah masih menjadi ancaman penduduk dunia. Dan, hingga kini belum ada vaksin untuk melindungi diri dari penyakit yang disebabkan oleh virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti ini. Karena itu, untuk mengendalikan penyebaran virus ini hanya dengan membasmi nyamuk.
Baru-baru ini para peneliti dari Cornell`s College of Veterinary Medicine, Amerika Serikat, menemukan protein yang bisa menjadi cara baru untuk mengendalikan Aedes aegypti. Temuan ini dimuat di American Journal of Physiology -- Regulatory edisi 4 Maret 2010.
Peneliti telah mengidentifikasi sebuah protein pada urin si nyamuk Aedes aegypti. Ketika menyedot darah manusia, pada saat yang sama si nyamuk mengeluarkan urin yang membantu agar darah yang sedang diisap tidak membeku. Urin yang dikeluarkan nyamuk itu juga mencegah agar kadar garam di dalam darah yang sedang disedot itu tidak berlebihan. Sebab, jika berlebihan, bisa menyebabkan kematian bagi Aedes aegypti. Protein pada urin tersebut, menurut penelitian yang dilakukan Piermarini, Beyenbach, dan kawan-kawan, berperan untuk memperlancar keluarnya urin nyamuk.
Hasil penelitian ini bisa diarahkan untuk mengembangkan insektisida baru yang bisa mengacaukan sistem ginjal nyamuk, yang berkontribusi memperpendek usia nyamuk setelah mengisap darah.
Baru-baru ini para peneliti dari Cornell`s College of Veterinary Medicine, Amerika Serikat, menemukan protein yang bisa menjadi cara baru untuk mengendalikan Aedes aegypti. Temuan ini dimuat di American Journal of Physiology -- Regulatory edisi 4 Maret 2010.
Peneliti telah mengidentifikasi sebuah protein pada urin si nyamuk Aedes aegypti. Ketika menyedot darah manusia, pada saat yang sama si nyamuk mengeluarkan urin yang membantu agar darah yang sedang diisap tidak membeku. Urin yang dikeluarkan nyamuk itu juga mencegah agar kadar garam di dalam darah yang sedang disedot itu tidak berlebihan. Sebab, jika berlebihan, bisa menyebabkan kematian bagi Aedes aegypti. Protein pada urin tersebut, menurut penelitian yang dilakukan Piermarini, Beyenbach, dan kawan-kawan, berperan untuk memperlancar keluarnya urin nyamuk.
Hasil penelitian ini bisa diarahkan untuk mengembangkan insektisida baru yang bisa mengacaukan sistem ginjal nyamuk, yang berkontribusi memperpendek usia nyamuk setelah mengisap darah.
Sumber : TEMPO News
Laporan Perkembangan Kasus DBD dan Chikungunya sd 9 Februari 2010
Laporan perkembangan kasus DBD tahun 2009 di Indonesia per provinsi s/d tanggal 09 Februari 2010. Data bulan Desember 2009 masih ada 4 provinsi yang belum melaporkan yakni Sulbar, NTB, Papua Barat dan Papua.
Tahun 2008 jumlah kasus 137.469 (IR = 59,02 per 100.000 penduduk) dengan kematian : 1.187 (CFR = 0.86%). Jumlah kasus pada tahun 2009 sebanyak 154.855 dengan kematian 1.384 (CFR = 0.89%), bila dibandingkan dengan tahun 2008 mengalami peningkatan, bahkan telah terjadi KLB di 6 Provinsi yakni Kalbar, Sumut, Kalteng, Kalsel, Kaltim dan Babel meliputi 25 Kabupaten/Kota
Dari kasus yang dilaporkan pada tahun 2009 diperoleh 10 provinsi yang menunjukkan kasus terbanyak adalah :
Jabar | 35.453 | Bali | 5.810 |
DKI Jakarta | 27.964 | Banten | 5.250 |
Jawa Timur | 18.008 | Kaltim | 5.244 |
Jawa Tengah | 17.881 | Sumut | 4.535 |
Kalbar | 9.792 | Sulsel | 3.411 |
Adapun provinsi yang mengalami peningkatan kasus bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2008 adalah : Propinsi Sumut, Riau, Babel, Banten, Jabar, DI Yogya, Jatim, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Sulut, Sulbar dan Maluku Utara.
Sedangkan pada tahun 2010 (s/d Januari) telah dilaporkan sebanyak 2.603 kasus dengan kematian 35 orang (CFR = 1,35) di 12 Provinsi yakni : Babel, Lampung, Banten, Jabar, DI Y, Kalbar, Kalteng, Kalsel, Kaltim, Sulut, Gorontalo dan NTT.
Jumlah kasus chikungunya pada tahun 2009 berjumlah 71.508 kasus di 17 provinsi.
Download : Data Kasus DBD 9 Februari 2010.pdf
Sumber : DITJEN PP&PL
0 komentar:
Posting Komentar