PENANGGULANGAN TB KINI LEBIH BAIK

Rabu, 25 Januari 2012


PENANGGULANGAN TB KINI LEBIH BAIK

Penanggulangan Tuberculosis (TB) di Indonesia saat ini sudah lebih baik, hal ini terlihat dari peringkat negara dengan kasus TB terbanyak yang menurun menjadi urutan ke-5, sebelumnya urutan ke-3 (tahun 2007). Data tersebut berdasarkan laporan WHO Global Tuberculosis Control, Short Update to the 2009 report. Artinya insiden/kasus baru penyakit TB mengalami penurunan yang signifikan, tahun 2007 total kasus TB 528.000 dan tahun 2008 sebanyak 429.730 kasus.
 Hal itu disampaikan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan, saat temu media, 17 Desember 2010, di Jakarta.
 Prof. Tjandra Yoga menjelaskan, salah satu indikator Millenium Development Goals (MDGs) ke enam tentang Malaria, HIV, TB dan penyakit menular lainnya. Untuk mencapai target tersebut untuk program TB, indikator yang diukur yaitu angka kejadian, prevalensi, dan tingkat kematian akibat tuberkulosis, serta proporsi jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan dan diobati dalam program DOTS.
Beberapa hasil dan pencapaian program TB, menurut Prof. Tjandra Yoga Indonesia mengalami kemajuan yang cepat  dengan penemuan kasus 69,8% (2007) dan 73,1% (2009). Sedangkan angka keberhasilan pengobatan sebesar 91% pada tahun 2008 (melebihi target global 85% selama 7 tahun terakhir). Target pencapaian angka penemuan kasus TB Paru Case Detection Rate (CDR) adalah 70%, dan tahun 2009 sudah mencapai 73,1%. Untuk target pencapaian angka keberhasilan pengobatan adalah 85%, tahun 2009 sudah 86,4%. Insiden TB Paru sejak tahun 1998 sampai tahun 2005 trennya menurun dan rata-rata penurunan insiden TB Paru positif tahun 2005-2007 adalah 2,4% (Global TB Control WHO Report 2008 dan 2009).

Mengenai temuan kasus TB dengan HIV, estimasi prevalensi berdasarkan WHO Global Reports 2009 yaitu 3% dari jumlah kasus TB menderita HIV. Untuk TB Multi Drugs Resistance (MDR), di Indonesia berada di urutan ke 8 dari 27 negara dengan kasus TB MDR terbanyak, ujar Prof. Tjandra Yoga.

Prof. Tjandra Yoga menjelaskan, strategi pengendalian TB Nasional dilaksanakan dengan menerapkan strategi DOTS sejak tahun 1995 dengan 5 komponen kuncinya yaitu pertama, komitmen politis dengan pendanaan yang meningkat dan berkesinambungan. Kedua, penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. Ketiga, tatalaksana Pengobatan standar, melalui supervisi dan pengawasan. Ke empat, sistem manajemen logistik obat yang bermutu dan efektif. Dan kelima, sistem monitoring dan evaluasi, termasuk penilaian dampak dan kinerja program. 

Sedangkan 6 (enam) komponen strategi dan implementasi Stop TB (WHO, 2006) yaitu pertama, mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan kualitas DOTS. Kedua, merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya. Ketiga, berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan. Ke empat, melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Kelima, memberdayakan pasien dan masyarakat. Dan ke enam, melaksanakan dan mengembangkan riset, Tambah Prof. Tjandra Yoga.

Prof. Tjandra Yoga memaparkan beberapa tantangan terbesar dalam pengendalian TB antara lain pengobatan yang masih membutuhkan waktu yang cukup lama (6 bulan), belum adanya vaksin untuk penyakit TB, dan ketidakteraturan minum obat bagi pasien sehingga kemungkinan terjadi MDR. Oleh karena itu, perlu penguatan manajemen program dan layanan serta adanya komitmen, respon dan keterpaduan perencanaan, pelaksanaan, penilaian.  

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Pusat Tanggap dan Respon Cepat (PTRC): 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail
puskom.publik@yahoo.co.id , info@depkes.go.id , kontak@depkes.go.id .
 

Sumber : KEMKES RI

TBC Lebih Berisiko Terkena Kanker Paru

http://www.infopenyakit.org/images_data/1_10_873_230px-Tuberculosis-x-ray-1.jpg
Penderita Tubercolosis (TBC) memiliki kecenderungan 11 kali lebih besar menderita kanker paru-paru, demikian penelitian baru oleh sekelompok ilmuwan Taiwan.

Para ilmuwan telah meneliti lebih dari 700.000 orang yang terpilih secara acak selama enam tahun, termasuk 4.480 orang terdiagnosis dengan penyakit TBC, menurut pernyataan mereka, yang dikutip AFP, Rabu.

"Terbentuknya kanker paru-paru pada pasien TBC terhitung 11 kali lebih tinggi dibanding orang tanpa TBC," ujar salah seorang peneliti Chen Chih-yi dari Universitas Kedokteran China di pusat kota Taichung, Taiwan.

"Penelitian ini membuktikan pentingnya perhatian terhadap pencegahan kanker paru-paru melalui kampanye terhadap TBC," ujarnya.

Penemuan tersebut, diterbitkan dalam Journal of Thoracic Oncology edisi Januari, mendukung keterkaitan antara TBC dengan kanker paru-paru, yang sebelumnya sudah diperkirakan tetapi belum terbukti.

"TBC merupakan penyakit kronis paling umum di dunia. Orang di negara berkembang dan kurang maju paling terkena dampak penyakit tersebut," kata Chen.

"Kanker paru-paru juga umum dikenal berkaitan dengan merokok. Perhatian kurang difokuskan pada penderita TBC yang juga beresiko tinggi terkena kanker paru-paru," ujarnya.

Sumber : Antara News

TBC MASALAH KESEHATAN DUNIA


Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang meninggal karena TB (600.000 diantaranya perempuan) sementara ada 9,4 juta kasus baru TB (3,3 juta diantaranya perempuan). Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15-55 tahun). Demikian penjelasan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama pada acara temu media di kantor Kemkes, 18 Februari. Acara ini dilakukan sebagai rangkaian Hari TB Sedunia (HTBS) yang diperingati setiap tanggal 24 Maret. Tema Global HTBS adalah On the Move Against Tuberculosis, Transforming the Fight Towards Elimination. Sementara tema Nasional HTBS adalah Terobosan Melawan Tuberkulosis menuju Indonesia Bebas TB.

Menurut Prof. Tjandra Yoga, sedikitnya ada 3 faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia. Waktu pengobatan TB yang relatif lama (6 – 8 bulan) menjadi penyebab penderita TB sulit sembuh karena pasien TB berhenti berobat (drop) setelah merasa sehat meski proses pengobatan belum selesai. Selain itu, masalah TB diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang cepat dan munculnya permasalahan TB-MDR (Multi Drugs Resistant=kebal terhadap bermacam obat). Masalah lain adalah adanya penderita TB laten, dimana penderita tidak sakit namun akibat daya tahan tubuh menurun, penyakit TB akan muncul.

Penyakit TB juga berkaitan dengan economic lost yaitu kehilangan pendapatan rumah tangga
Menurut WHO, seseorang yang menderita TB diperkirakan akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 3 – 4 bulan. Bila meninggal akan kehilangan pendapatan rumah tangganya sekitar 15 tahun.

“Dari sini dapat dihitung kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh TB. TB sangat erat dengan program pengentasan kemiskinan. Orang yang miskin akan menyebabkan kekurangan gizi dan penurunan daya tahan tubuh sehingga rentan tertular dan sakit TB, begitu sebaliknya orang terkena TB akan mengurangi pendapatannya,” ujar Prof. Tjandra.  

Dunia telah menempatkan TB sebagai salah satu indikator keberhasilan pencapaian MDGs. Secara umum ada 4 indikator yang diukur, yaitu Prevalensi, Mortalitas, Penemuan kasus dan Keberhasilan pengobatan. Dari ke-4 indikator tersebut 3 indikator sudah dicapai oleh Indonesia, angka kematian yang harus turun separuhnya pada tahun 2015 dibandingkan dengan data dasar (baseline data) tahun 1990, dari 92/100.000 penduduk menjadi 46/100.000 penduduk. Indonesia telah mencapai angka 39/100.000 penduduk pada tahun 2009. Angka Penemuan kasus (case detection rate) kasus TB BTA positif mencapai lebih 70%. Indonesia telah mencapai angka 73,1% pada tahun 2009 dan mencapai 77,3% pada tahun 2010. Angka ini akan terus ditingkatkan agar mencapai 90% pada tahun 2015 sesuai target RJPMN. Angka keberhasilan pengobatan (success rate) telah mencapai lebih dari 85%, yaitu 91% pada tahun 2009.

Berdasarkan laporan WHO dalam Global Report 2009, pada tahun 2008 Indonesia berada pada peringkat 5 dunia penderita TB terbanyak setelah India, China, Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini turun dibandingkan tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TB terbanyak setelah India dan China. 

Menurut Prof. Tjandra Yoga, Program TB Nasional telah mencapai target dunia sejak tahun 2005 dengan penemuan kasus TB BTA (Basil Tahan Asam) positif sekitar 70% dan mencapai keberhasilan pengobatan lebih dari 85% bahkan sejak tahun 2000. Penemuan dengan lebih dari 70% dan keberhasilan pengobatan >85% secara berurut lebih dari 5 tahun akan menurunkan prevalensi dan penurunan insidens.

Strategi nasional pengendalian TB telah sejalan dengan petunjuk internasional (WHO DOTS dan strategi baru Stop TB), serta konsisten dengan Rencana Global Penanggulangan TB yang diarahkan untuk mencapai Target Global TB 2005 dan Tujuan Pembangunan Milenium 2015.

Strategi yang direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah untuk mempertahankan control terhadap TB; deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak; pengobatan teratur selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus; dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan program.

Selain itu, rencana global penanggulangan TB didukung oleh 6 komponen dari Strategi Penanggulangan TB baru yang dikembangkan WHO, yaitu mengejar peningkatan dan perluasan DOTS yang berkualitas tinggi, menangani kasus ko-infeksi TB-HIV, kekebalan ganda terhadap obat anti TB dan tantangan lainnya, berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan, menyamakan persepsi semua penyedia pelayanan, memberdayakan pasien TB dan masyarakat serta mewujudkan dan  mempromosikan penelitian

DOTS sangat penting untuk penanggulangan TB selama lebih dari satu dekade, dan tetap menjadi komponen utama dalam strategi penanggulangan TB yang terus diperluas, termasuk pengelolaan kasus kekebalan obat anti TB, TB terkait HIV, penguatan sistem kesehatan, keterlibatan seluruh penyedia layanan kesehatan dan masyarakat, serta promosi penelitian.

Pada peringatan HTBS 2011 dilaksanakan beberapa acara diantaranya Kongres Nasional TB tanggal 25-26 Maret 2011, Pameran Kesehatan dan Bazar Kelompok Masyarakat Peduli TB, dan Senam Akbar di Monas tanggal 27 Maret 2011. Sementara Acara Puncak Peringatan HTBS, tanggal 24 Maret 2011 diselenggarakan di Istana Wakil Presiden.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail
puskom.publik@yahoo.co.id , info@depkes.go.id , kontak@depkes.go.id .

 

Sumber : KEMKES RI

TB di Indonesia

http://www.infopenyakit.org/images_data/1_10_1131_tbbb.jpg
Pada 25 Juli 2011 malam hari Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan RI membuka Pertemuan Nasional Evaluasi dan Perencanaan Program Tuberkulosis (TB) Nasional 2011, di Batam. Beliau menyampaikan beberapa hal pada para peserta dari seluruh tanah air, yaitu :

- Indonesia sudah mencapai sebagian besar target MDG TB
- Peringkat Indonesia di bidang TB juga sudah membaik
- Walau secara nasional sudah membaik tapi masih terjadi disparitas antar propinsi
- Program TB perlu melakukan 3 hal :
1. Inovasi, cari cara / pendekatan baru
2. Integrasi dengan program lain
3. Publikasi tentang program di Indonesia ke dunia.

Sementara itu, situasi TB di Indonesia  (Global Tuberculosis Control : WHO Report 2010) sbb :
  1. Insidens semua kasus TB adalah 430.000 orang = 189/100.000 penduduk (menurun dibandingkan tahun 1990 : 626.867 orang atau 343/ 100.000 penduduk, artinya di tahun 2010 turun 45% dari tahun 1990).
  2. Prevalens semua kasus TB adalah 660.000 orang = 285/100.000 penduduk (menurun dibandingkan 1990 : 809.592 orang = 443/100.000 penduduk, artinya di tahun 2010 turun 36 % dari tahun 1990).
  3. Jumlah kematian akibat TB adalah 61.000 orang = 27/100.000 penduduk,  (menurun dibandingkan tahun 1990 : 168.956 orang per tahun, atau 92/100.000, artinya di tahun 2010 turun 70% dari tahun 1990).
Artinya ada penurunan cukup bermakna dari angka2 TB dibanding tahun 1990, sehingga target MDG Indonesia untuk tuberkulosis nampaknya akan dapat tercapai

Sumber : Subdit Surveilans dan Respon KLB Ditjen P2PL

0 komentar: