Rabies
1. Identifikasi
Suatu penyakit encephalomyelitis viral akut dan fatal; serangan biasanya dimulai dengan perasaan ketakutan, sakit kepala, demam, malaise, perubahan perasaan sensoris, pada bekas gigitan binatang. Gejala yang sering muncul adalah eksitabilitas dan aerophobia. Penyakit ini berlanjut kearah terjadinya paresis atau paralisis, kejang otot-otot menelan menjurus kepada perasaan takut terhadap air (hydrophobia), diikuti dengan delirium dan kejang. Tanpa intervensi medis, basanya berlangsung 2-6 hari dan kadang-kadang lebih, 428 kematian biasanya karena paralisis pernafasan.
Diagnosa ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA yang spesifik terhadap jaringan otak atau dengan isolasi virus pada tikus atau sistem pembiakan sel. Diagnosa presumptive dapat ditegakkan dengan teknik pewarnaan FA spesifik dari potongan kulit yang dibekukan diambil dari kuduk kepaa bagian yang berambut. Diagnosa serologis didasarkan pada tes neutralisasi pada mencit atau kultur sel.
2. Penyebab penyakit Virus rabies
rhabdovirus dari genus Lyssavirus. Semua anggota genus ini mempunyai persamaan antigen, namun dengan teknik antibodi monoklonal dan nucleotide sequencing dari virus menunjukkan adanya perbedaan tergantung spesies binatang atau lokasi geografis darimana mereka berasal. Virus yang mirip dengan rabies yang ditemukan di Afrika (Mokola dan Duvenhage) jarang menyebabkan kesakitan pada manusia mirip seperti rabies dan jarang yang fatal. Lyssavirus baru telah ditemukan pertama kali pada tahun 1996, pada beberapa spesies dari Flying fox dan kelelawar di Australia dan telah menyebabkan dua kematian pada manusia dengan gejala penyakit seperti rabies. Virus ini untuk sementara diberi nama ”Lyssavirus kelelawar Australia”. Virus ini mirip dengan virus rabies namun tidak identik dengan virus rabies klasik. Sebagian penderita penyakit yang disebabkan oleh virus yang mirip rabies inim dengan teknik pemeriksaan standard FA test kemungkinan didiagnosa sebagai rabies.
HINDARI KEMATIAN AKIBATRABIES CUCI LUKA UNTUK PERTOLONGAN PERTAMA PADA GIGITAN
Penyakit Rabies atau anjing gila merupakan penyakit mematikan yang ditularkan lewat gigitan anjing. Untuk menghindari kematian, bila seseorang digigit hewan yang menderita rabies, tindakan pertama yang dilakukan adalah cuci luka secepatnya dengan air mengalir dan sabun atau deterjen selama 10-15 menit. Kemudian luka diberi antiseptik/ alkohol 70%, setelah itu segera bawa ke Rabies Center (Puskesmas atau Rumah Sakit) atau ke dokter untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya. Hal itu dijelaskan Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang dr. Rita Kusriastuti, MSc. pada acara temu media di kantor Kemenkes Jakarta (13/8).
Saat ini rabies telah menyabar di 24 provinsi yaitu NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Banten, Jabar, Bali, NTT, Sulut, Gorontalo, Sulteng, Sultra, Sulsel, Sulbar, Kalsel, Kaltim, Maluku, Malut dan Kalteng.
Penyakit ini juga kerap menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Tahun 2005 KLB terjadi di provinsi Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan Barat, akhir tahun 2007, KLB terjadi di Banten. November 2008, KLB terjadi di Kab. Badung, Bali.
Di Pulau Nias, Sumatera Utara sampai dengan Juli 2010 terjadi 857 gigitan hewan penular rabies (GHPR), sekitar 815 diberi vaksin anti rabies, dan 23 diantaranya meninggal dunia. Di Bali, sejak kasus ini menyebar tahun 2008 di Kab. Badung, sampai bulan Agustus 2010 terdata 53.418 kasus GPHR, 83 diantaranya meninggal (4 orang tahun 2008, 26 orang tahun 2009, dan 53 orang tahun 2010).
Untuk menanggulangi itu pemerintah telah melakukan beberapa upaya. Di Nias, pemerintah bersama WHO mengirimkan vaksin anti rabies (VAR) 150 kuur, melakukan pelacakan kasus, membentuk tim koordinasi di semua kabupaten, membentuk Rabies Center di RSUD dan Puskesmas serta mengeliminasi dan vaksinasi anjing.
Di Bali, sejak tahun 2008 – 2010 diantaranya telah dikirimkan VAR sekitar 11.000 kuur, serum anti rabies (SAR) sekitar 20.000 vial, pembentukan 43 Rabies Center di seluruh Bali serta mensukseskan bulan vaksinasi anjing.
Menurut dr. Rita Kusriastuti, untuk mencegah penularan dilakukan vaksinasi rabies terhadap anjing, oleh Kementerian Pertanian dan Pemda Bali. Vaksinasi ditargetkan rampung pada 28 September 2010, bertepatan dengan peringatan Hari Rabies Sedunia 2010. Saat ini sudah dilakukan vaksinasi anjing sekitar 360.000 ekor dari perkiraan 500.000 populasi anjing di Bali.
Dengan demikian, sekitar 72% populasi anjing telah mendapatkan vaksinasi rabies, sehingga dapat melindungi sekitar 2,8 dari 4 juta warga Bali. "Vaksinasi anjing terus dilakukan di Bali, hingga target Bali bebas rabies pada 2012 tercapai," tambahnya.
Di Indonesia sampai Agustus 2010 sudah 113 orang positif terinfeksi penyakit rabies. Penyebaran virus rabies sulit dihentikan. Kecepatan penyebarannya tiga milimeter perjam. Tidak mengherankan bila angka kematian akibat penyakit ini mencapai 100%. Ciri-ciri yang terkena rabies korban akan merasa sakit di luka gigitan, setelah itu sakit kepala, takut cahaya, takut air dan sesak napas.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rata-rata di Asia ada 50.000 kasus kematian akibat rabies pertahun. Kasus di negara Asia terbanyak ditemukan di India (20.000-30.000 kasus pertahun), Vietnam (rata-rata 9.000 kasus pertahun), China (rata-rata 2.500 kasus pertahun), Filipina (200-300 kasus pertahun) dan Indonesia (rata-rata 125 kasus pertahun). Di Indonesia rabies sebagian besar disebabkan gigitan anjing (98%) sementara sebagian kecil diebabkan oleh gigitan kera dan kucing (2%).
Mengingat besarnya masalah rabies, forum Regional Zoonotic Meeting SEARO yang berlangsung di Jakarta pada November 2007 lalu, menetapkan rabies sebagai penyakit prioritas kedua setelah Avian Influenza.
Saat ini rabies telah menyabar di 24 provinsi yaitu NAD, Sumut, Sumbar, Riau, Kepri, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Banten, Jabar, Bali, NTT, Sulut, Gorontalo, Sulteng, Sultra, Sulsel, Sulbar, Kalsel, Kaltim, Maluku, Malut dan Kalteng.
Penyakit ini juga kerap menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Tahun 2005 KLB terjadi di provinsi Maluku, Maluku Utara dan Kalimantan Barat, akhir tahun 2007, KLB terjadi di Banten. November 2008, KLB terjadi di Kab. Badung, Bali.
Di Pulau Nias, Sumatera Utara sampai dengan Juli 2010 terjadi 857 gigitan hewan penular rabies (GHPR), sekitar 815 diberi vaksin anti rabies, dan 23 diantaranya meninggal dunia. Di Bali, sejak kasus ini menyebar tahun 2008 di Kab. Badung, sampai bulan Agustus 2010 terdata 53.418 kasus GPHR, 83 diantaranya meninggal (4 orang tahun 2008, 26 orang tahun 2009, dan 53 orang tahun 2010).
Untuk menanggulangi itu pemerintah telah melakukan beberapa upaya. Di Nias, pemerintah bersama WHO mengirimkan vaksin anti rabies (VAR) 150 kuur, melakukan pelacakan kasus, membentuk tim koordinasi di semua kabupaten, membentuk Rabies Center di RSUD dan Puskesmas serta mengeliminasi dan vaksinasi anjing.
Di Bali, sejak tahun 2008 – 2010 diantaranya telah dikirimkan VAR sekitar 11.000 kuur, serum anti rabies (SAR) sekitar 20.000 vial, pembentukan 43 Rabies Center di seluruh Bali serta mensukseskan bulan vaksinasi anjing.
Menurut dr. Rita Kusriastuti, untuk mencegah penularan dilakukan vaksinasi rabies terhadap anjing, oleh Kementerian Pertanian dan Pemda Bali. Vaksinasi ditargetkan rampung pada 28 September 2010, bertepatan dengan peringatan Hari Rabies Sedunia 2010. Saat ini sudah dilakukan vaksinasi anjing sekitar 360.000 ekor dari perkiraan 500.000 populasi anjing di Bali.
Dengan demikian, sekitar 72% populasi anjing telah mendapatkan vaksinasi rabies, sehingga dapat melindungi sekitar 2,8 dari 4 juta warga Bali. "Vaksinasi anjing terus dilakukan di Bali, hingga target Bali bebas rabies pada 2012 tercapai," tambahnya.
Di Indonesia sampai Agustus 2010 sudah 113 orang positif terinfeksi penyakit rabies. Penyebaran virus rabies sulit dihentikan. Kecepatan penyebarannya tiga milimeter perjam. Tidak mengherankan bila angka kematian akibat penyakit ini mencapai 100%. Ciri-ciri yang terkena rabies korban akan merasa sakit di luka gigitan, setelah itu sakit kepala, takut cahaya, takut air dan sesak napas.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan rata-rata di Asia ada 50.000 kasus kematian akibat rabies pertahun. Kasus di negara Asia terbanyak ditemukan di India (20.000-30.000 kasus pertahun), Vietnam (rata-rata 9.000 kasus pertahun), China (rata-rata 2.500 kasus pertahun), Filipina (200-300 kasus pertahun) dan Indonesia (rata-rata 125 kasus pertahun). Di Indonesia rabies sebagian besar disebabkan gigitan anjing (98%) sementara sebagian kecil diebabkan oleh gigitan kera dan kucing (2%).
Mengingat besarnya masalah rabies, forum Regional Zoonotic Meeting SEARO yang berlangsung di Jakarta pada November 2007 lalu, menetapkan rabies sebagai penyakit prioritas kedua setelah Avian Influenza.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-6506568, 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail: info@infeksi.com , puskom.publik@yahoo.co.id , info@puskom.depkes.go.id , kontak@puskom.depkes.go.id
Sumber : KEMKES RI
PENANGGULANGAN RABIES
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan PL) Kementerian Kesehatan RI pada Sabtu 30 Juli 2011 ini membuka "Indonesian Rabies Expert Forum" di Jakarta. Ada dua hal yang saya sampaikan :
1) Masalah Rabies di Indonesia :
- 24 propinsi ada laporan kasus Rabies. Terakhir yang banyak mendapat liputan media adalah a.l kasus di Bali , walaupun di 2011 sudah menurun jumlah kasusnya
- membutuhkan dana cukup besar untuk pembelian vaksin anti rabies (VAR), baik dana daerah (propinsi dan kabupaten/kota), dana Kementerian Kesehatan dan juga sumbangan organisasi internasional. Demikian juga anggaran untuk penanggulangan rabies lain secara menyeluruh
- pasien yang terlambat dapat VAR angka kematiannya amat tinggi sekali
- kasus pada manusia tentu masih akan mungkin ada kalau kasus rabies pada anjing masih tetap ada seperti sekarang ini
2) Diharapkan para expert melakukan pembahasan dan mengeluarkan pedoman tentang berbagai aspek rabies, meliputi:
- pencegahan terhadap gigitan anjing
- bagaimana pembersihan luka
- vaksinasi sebelum gigitan
- vaksinasi sesudah gigitan.
- penanganan pasien lyssa (kasus rabies)
- pencegahan terhadap gigitan anjing
- bagaimana pembersihan luka
- vaksinasi sebelum gigitan
- vaksinasi sesudah gigitan.
- penanganan pasien lyssa (kasus rabies)
Untuk vaksinasi kini diperkenalkan tehnik penyuntikan intra dermal- di dalam kulit (selain yang biasa dengan intra muskular - ke dalam otot), yang mungkin akan baik dilakukan bila jumlah kasus cukup banyak. Vaksinasi sebelum paparan juga akan dinilai apakah 2 kali atau 3 kali. Berbagai hasil bahasan ini akan memperkuat pedoman penanggulangan Rabies di Indonesia.
Sumber : SUBDIT SURVEILANS & RESPON KLB
0 komentar:
Posting Komentar